Deklarasi Rakyat Banda, Pemerintah Malteng Dimana?
http://dewan.beritamalukuonline.com/2015/04/deklarasi-rakyat-banda-pemerintah.html
Ambon - Berita Maluku. Masyarakat Kecamatan Banda, Kabupaten
Maluku Tengah (Malteng) saat ini tengah memperjuangkan daerahnya menjadi
sebuah daerah otonom baru di provinsi Maluku.
Perjuangan untuk mewujudkan daerah khusus semacam kota administratif itu sudah berlangsung cukup lama yaitu sejak bupati dan DPRD sebelumnya sampai berganti bupati maupun DPRD baru.
Namun baru kali ini ribuan masyarakat lengkap dengan 18 kepala desanya datang berbondong-bondong dalam sebuah forum rakyat yang diberi nama "Deklarasi Rakyat Banda."
Deklarasi Rakyat Banda itu telah dikumandangkan pada Senin (13/4/2015) kemarin.
Kain putih panjang tampak dibentangkan warga mengelilingi areal deklarasi, hal itu dilakukan sebagai bentuk menyatunya persepi untuk memberi persetujuan secara resmi dalam rangka memperjuangkan daerah itu untuk lepas dari ketertinggalannya.
Sejumlah pemuka agama, tokoh masyarakat, baik mereka yang berasal dari luar maupun dari provinsi Maluku tampak menghadiri deklarasi itu terkhusus anggota Komisi A DPRD Maluku yang diundang oleh masyarakat Banda melalui tim pemekaran.
PEMKAB MALTENG TIDAK HADIR
Sayangnya, deklarasi rakyat itu tidak tampak satupun anggota DPRD Malteng maupun bupatinya, bahkan camatnya sendiri pun sedang meninggalkan Banda, padahal deklarasi itu merupakan agenda rakyat.
Komisi A DPRD Maluku melalui ketua dan anggotanya memberikan pandangan negatif terhadap ketidakhadiran bupati maupun DRPD Malteng pada kegiatan tersebut.
"Menjadi pemimpin itu harus ada bersama-sama dengan rakyat, jadi mereka mesti tau bahwa deklarasi itu adalah agenda rakyat," kata ketua Komisi A, Melkias Frans, Kamis (16/4/2015).
Frans mengatakan, kalau Pemerintah Kabupaten (pemkab) dan DPRD setempat setuju atau belum setuju terhadap keinginan rakyat, mestinya mereka hadir.
"Deklarasi Banda itu, dimana masyarakat menyatukan persepsi untuk memberi persetujuan secara resmi untuk memperjuangkan daerahnya menjadi daerah khusus dan itu dimungkinkan oleh unda-undang 23 tahun 2014. Tapi kita tersinggung karena kenapa pemkab tidak ke Banda, mestinya mereka ada," katanya.
KOMISI SIAP BERDIALOG
Untuk mengakhiri kesenjangan ini, komisi pun menyatakan siap berdialog dengan Bupati untuk menjembatani keinginan masyarakat, karena selama ini masyarakat telah berulang-ulang kali mendaftar ke DPRD maupun Pemkab Malteng namun tidak ada respons. Sehingga masyarakat pun mendatangi DPRD Maluku.
"Kita siap berdialog dengan bupati. kalau mereka mau, kalau tidak kita tidak perlu. Kita hanya menjembatani apa yang masyarakat inginkan. Kenapa masyarakat bisa datang ke kita dan bukan ke sana, karena mereka sudah berulang-ulang kali mendaftarkan ke DPRD maupun ke pemkab tapi tidak pernah ada balasan suratnya juga," jelas Frans.
Pemkab jelas Frans, harus berterimakasih bahwa masyarakat Banda meski belum mendapatkan jawaban namun mereka mau mendatangi DPRD dan Pemprov untuk menyelesaikan secara baik-baik.
"Kalau mereka bertindak tegas dan kasar yah hancur. Karena itu pemkab harus bersyukur karena masyarakat mau menyelesaikan secara baik, sehingga itu kita sambut karena masyarakat itu lagi berfikir dingin," sebutnya.
Frans juga mengharapkan pemkab maupun DPRDnya mau menyambut apa yang diinginkan masyarakatnya.
"Jadi kalau ada yang belum memenuhi aturan, pemkab harusnya menjelaskan kepada mereka secara bertahap dan arahkan programnya untuk penuhi aturannya."
Ia menambahkan, bahwa selama masyarakat Banda meminta untuk membuka ruang yang lebih besar dalam rangka mengejar ketertinggalkan mereka, harus disambut secara baik.
"Yang tidak boleh diminta di republik ini adalah mendirikan negara sendiri. Selama mereka minta status pemerintahan dalam rangka mengejar ketertinggalan pembangunan dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tidak akan dilarang, justru itu dibuka ruang lebih besar," sebutnya. (bm 10)
Perjuangan untuk mewujudkan daerah khusus semacam kota administratif itu sudah berlangsung cukup lama yaitu sejak bupati dan DPRD sebelumnya sampai berganti bupati maupun DPRD baru.
Namun baru kali ini ribuan masyarakat lengkap dengan 18 kepala desanya datang berbondong-bondong dalam sebuah forum rakyat yang diberi nama "Deklarasi Rakyat Banda."
Deklarasi Rakyat Banda itu telah dikumandangkan pada Senin (13/4/2015) kemarin.
Kain putih panjang tampak dibentangkan warga mengelilingi areal deklarasi, hal itu dilakukan sebagai bentuk menyatunya persepi untuk memberi persetujuan secara resmi dalam rangka memperjuangkan daerah itu untuk lepas dari ketertinggalannya.
Sejumlah pemuka agama, tokoh masyarakat, baik mereka yang berasal dari luar maupun dari provinsi Maluku tampak menghadiri deklarasi itu terkhusus anggota Komisi A DPRD Maluku yang diundang oleh masyarakat Banda melalui tim pemekaran.
PEMKAB MALTENG TIDAK HADIR
Sayangnya, deklarasi rakyat itu tidak tampak satupun anggota DPRD Malteng maupun bupatinya, bahkan camatnya sendiri pun sedang meninggalkan Banda, padahal deklarasi itu merupakan agenda rakyat.
Komisi A DPRD Maluku melalui ketua dan anggotanya memberikan pandangan negatif terhadap ketidakhadiran bupati maupun DRPD Malteng pada kegiatan tersebut.
"Menjadi pemimpin itu harus ada bersama-sama dengan rakyat, jadi mereka mesti tau bahwa deklarasi itu adalah agenda rakyat," kata ketua Komisi A, Melkias Frans, Kamis (16/4/2015).
Frans mengatakan, kalau Pemerintah Kabupaten (pemkab) dan DPRD setempat setuju atau belum setuju terhadap keinginan rakyat, mestinya mereka hadir.
"Deklarasi Banda itu, dimana masyarakat menyatukan persepsi untuk memberi persetujuan secara resmi untuk memperjuangkan daerahnya menjadi daerah khusus dan itu dimungkinkan oleh unda-undang 23 tahun 2014. Tapi kita tersinggung karena kenapa pemkab tidak ke Banda, mestinya mereka ada," katanya.
KOMISI SIAP BERDIALOG
Untuk mengakhiri kesenjangan ini, komisi pun menyatakan siap berdialog dengan Bupati untuk menjembatani keinginan masyarakat, karena selama ini masyarakat telah berulang-ulang kali mendaftar ke DPRD maupun Pemkab Malteng namun tidak ada respons. Sehingga masyarakat pun mendatangi DPRD Maluku.
"Kita siap berdialog dengan bupati. kalau mereka mau, kalau tidak kita tidak perlu. Kita hanya menjembatani apa yang masyarakat inginkan. Kenapa masyarakat bisa datang ke kita dan bukan ke sana, karena mereka sudah berulang-ulang kali mendaftarkan ke DPRD maupun ke pemkab tapi tidak pernah ada balasan suratnya juga," jelas Frans.
Pemkab jelas Frans, harus berterimakasih bahwa masyarakat Banda meski belum mendapatkan jawaban namun mereka mau mendatangi DPRD dan Pemprov untuk menyelesaikan secara baik-baik.
"Kalau mereka bertindak tegas dan kasar yah hancur. Karena itu pemkab harus bersyukur karena masyarakat mau menyelesaikan secara baik, sehingga itu kita sambut karena masyarakat itu lagi berfikir dingin," sebutnya.
Frans juga mengharapkan pemkab maupun DPRDnya mau menyambut apa yang diinginkan masyarakatnya.
"Jadi kalau ada yang belum memenuhi aturan, pemkab harusnya menjelaskan kepada mereka secara bertahap dan arahkan programnya untuk penuhi aturannya."
Ia menambahkan, bahwa selama masyarakat Banda meminta untuk membuka ruang yang lebih besar dalam rangka mengejar ketertinggalkan mereka, harus disambut secara baik.
"Yang tidak boleh diminta di republik ini adalah mendirikan negara sendiri. Selama mereka minta status pemerintahan dalam rangka mengejar ketertinggalan pembangunan dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tidak akan dilarang, justru itu dibuka ruang lebih besar," sebutnya. (bm 10)