DPRD Maluku: Pelaku Pemerkosaan Anak Dibawah Umur Sebaiknya Dihukum Seumur Hidup
http://dewan.beritamalukuonline.com/2017/11/dprd-maluku-pelaku-pemerkosaan-anak.html
BERITA MALUKU. Belakangan ini sejumlah kasus pemerkosaan yang dilakukan orang tua terhadap anak di bawah umur, sangatlah meresahkan semua pihak. Menyikapinya, Anggota Komisi A DPRD Maluku dari Fraksi NasDem, Herman Hattu, SH, mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap para pelaku pemerkosaan.
Hattu yang ditemui di ruang komisi A, Gedung DPRD Maluku, Karpan, Ambon, Senin (6/11/2017) mengatakan, kasus pemerkosaan orang tua terhadap anak di bawah umur di daerah ini, mestinya berada pada zona tak nyaman atau zona merah.
Dirinya mencontohkan, kasus yang terjadi pada Oktober 2017 kemarin, yang dialami JP, bocah 8 tahun, dimana setelah diperkosa ayah kandungnya sendiri BP (49), kemudian dibiarkan terlantar berlumuran darah.
Kasus ini dianggapnya sebagai penyakit sosial yang sangat kronis, dimana anak menjadi korban traumatik seumur hidup.
Karena itu, dirinya meminta agar penegak hukum memberikan ancaman hukuman minimal seumur hidup bahkan bila perlu hukuman mati bagi para pelaku. Hal itu dimaksudkan agar siapa saja calon pelaku tidak berani untuk melakukan tindakan bejatnya.
"Karena itu hukum harus menjadi instrumen utama sebagai sarana pencegahan," ungkapnya.
Pihak penyidik kepolisian pun ditantang menggunakan pasal-pasal KUHP untuk memberikan hukuman maksimal kepada para pelaku.
"Kita tantang polisi sebagai penyidik, ancaman hukuman berapakah yang mesti dipakai dalam KUHP dengan standar hukuman minimal seumur hidup dan maksimal hukuman mati."
Hattu menjelaskan, selain polisi, Jaksa juga memiliki background untuk melihat tuntutan seumur hidup yang adalah merupakan satu instrumen efek jera bagi semua pelaku pemerkosaan anak dibawah umur.
"Beranikah pengadilan memutuskan kasus-kasus seperti ini dengan hukuman mati? kalau tidak mau dikemanakan ini generasi," ungkapnya.
Hukuman sekian tahun yang diberikan bagi pelaku, menurutnya sangatlah ringan.
"Hukuman sekian tahun itu terlalu ringan. Kalau ancamannya dan putusan pengadilan hukuman mati, saya kira ini instrumen efek jera bagi para calon pelaku," cetusnya.
Hattu yang ditemui di ruang komisi A, Gedung DPRD Maluku, Karpan, Ambon, Senin (6/11/2017) mengatakan, kasus pemerkosaan orang tua terhadap anak di bawah umur di daerah ini, mestinya berada pada zona tak nyaman atau zona merah.
Dirinya mencontohkan, kasus yang terjadi pada Oktober 2017 kemarin, yang dialami JP, bocah 8 tahun, dimana setelah diperkosa ayah kandungnya sendiri BP (49), kemudian dibiarkan terlantar berlumuran darah.
Kasus ini dianggapnya sebagai penyakit sosial yang sangat kronis, dimana anak menjadi korban traumatik seumur hidup.
Karena itu, dirinya meminta agar penegak hukum memberikan ancaman hukuman minimal seumur hidup bahkan bila perlu hukuman mati bagi para pelaku. Hal itu dimaksudkan agar siapa saja calon pelaku tidak berani untuk melakukan tindakan bejatnya.
"Karena itu hukum harus menjadi instrumen utama sebagai sarana pencegahan," ungkapnya.
Pihak penyidik kepolisian pun ditantang menggunakan pasal-pasal KUHP untuk memberikan hukuman maksimal kepada para pelaku.
"Kita tantang polisi sebagai penyidik, ancaman hukuman berapakah yang mesti dipakai dalam KUHP dengan standar hukuman minimal seumur hidup dan maksimal hukuman mati."
Hattu menjelaskan, selain polisi, Jaksa juga memiliki background untuk melihat tuntutan seumur hidup yang adalah merupakan satu instrumen efek jera bagi semua pelaku pemerkosaan anak dibawah umur.
"Beranikah pengadilan memutuskan kasus-kasus seperti ini dengan hukuman mati? kalau tidak mau dikemanakan ini generasi," ungkapnya.
Hukuman sekian tahun yang diberikan bagi pelaku, menurutnya sangatlah ringan.
"Hukuman sekian tahun itu terlalu ringan. Kalau ancamannya dan putusan pengadilan hukuman mati, saya kira ini instrumen efek jera bagi para calon pelaku," cetusnya.