DPRD Maluku Mediasi Sengketa Lahan LIPI Ambon
http://dewan.beritamalukuonline.com/2017/11/dprd-maluku-mediasi-sengketa-lahann.html
Melkias Frans |
"Ada empat surat eigendom veervonding milik kami di sekitar kawasan guru-guru dan sekitarnya, dan khusus untuk eigendom nomor 1090 seluas 116 hektare, sekitar delapan hektare telah dihibahkan Pemprov Maluku kepada LIPI," kata Abdulrahim di Ambon, Rabu (1/11/2017).
Surat eigendom ini pernah dibawa kepada salah satu warga Ambon bermarga Corputty untuk menerjemahkannya, dan yang bersangkutan menjelaskan tanah tersebut milik kleuarga Baadilah sehinga harus dijaga.
Menurut dia, lokasi yang telah didirikan kantor LIPI awalnya adalah rumah kakeknya dan pernah ada rencana pemprov membayar ganti rugi lahan sebesar Rp80 juta namun tidak direalisasikan sampai sekarang.
Kemudian sekitar tahun 1962, TNI Angkatan Laut meminta izin kepada keluarga Baadilah untuk membangun gudang peluru di atas lahan mereka ketika terjadi operasi pembebasan Irian Barat dan lahan yang diminta 10 hektare, tetapi sekarang sudah menjadi milik TNI-AL seluas 50 hektare.
"Sejumlah kepala desa di sekitar wilayah itu juga mengakui kalau lahan tersebut milik keluarga Baadilah seperti Kepala Desa Telaga Kodok yang pernah meminta bantuan kami untuk berproses hukum di Pengadilan Negeri Ambon melawan pihak Leihitu," jelas Abdulrahim.
Keuarga waris juga mengaku kecewa karena pernah menyerahkan seluruh dokumen tanahnya kepada pihak BPN sejak puluhan tahun silam, namun ternyata seluruh dokumen tersebut dinyatakan hilang dan mereka dinyatakan sebagai pihak yang kalah dalam proses persidangan di PN Ambon sampai Mahkamah Agung saat menggugat pihak LIPI, BPN, serta Pemprov Maluku.
"Untuk itu kami tuntut pihak BPN agar mengembalikan seluruh berkas tanah yang pernah diberikan, apalagi ada lahan yang tiba-tiba sudah dimiliki orang lain atas nama Getrida Oi," Abdulrahim.
Semenara F. Soukotta dari Kanwil BPN Maluku meminta keluarga Abdulrahim Baadilah selaku ahli waris dapat menunjukkan bukti penyerahan dokumen empat bidang lahan yang telah diserahkan kepada BPN puluhan tahun silam namun dinyatakan hilang.
"Kalau ada bukti tanda penyerahannya akan dipakai sebagai dasar bagi kami akan bantu mencari solusi sampai ke BPN pusat," katanya.
Dia menjelaskan, dari empat akta eigendom milik keluarga Baadilah ternyata ada tiga yang sudah terdaftar dalam dokumen buku eigendom Kota Ambon atas nama mereka.
Terkait belum dilakukannya ganti rugi untuk eigendom 1055 karena ganti ruginya berupa lahan seluas 15 hektar, dan keluarga waris bisa mengajukan permohonan ke BPN Kota Ambon untuk melihat posisi lokasinya.
"Untuk dua eigendom di kawasan Telaga Kodok nantinya akan dilihat lagi, sedangkan untuk tanah LIPIP telah dikeluarkan sertifikat hak pakai nomor 11 tahun 1981 kepada LIPI seluas delapan hektar," ujarnya.
Sedangkan untuk eigendom nomor 1090 dengan luas lahan 116 hektare, sesuai ketentuan undang- undang tahun 1958 tentang likwidasi tanah eks barat (eigendom) dikuasai negara, kemudian ada Perppres nomor 32 tahun 1979 diberikan kesempatan khusus eigendom yang WNI mendaftarkan hak-hak barat erfach atau eigendom untuk mendapatkan hak sebagai WNI.
Sampai tahun 1980, kata Soukotta, bagi mereka yang tidak mendaftar sehingga Perppres menegaskan menjadi tanah negara.