Komisi B Agendakan Tinjau Tambang Emas Pulau Romang
http://dewan.beritamalukuonline.com/2016/10/komisi-b-agendakan-tinjau-tambang-emas.html
BERITA MALUKU. Komisi B DPRD Maluku mengagendakan peninjauan lokasi untuk mengverifikasi berbagai persoalan yang timbul di pulau Romang, kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) terkait rencana penambangan emas oleh PT. Gemala Borneo Utama (GBU).
"Sudah ada agenda untuk turun ke pulau Romang dan sekarang lagi berkoordinasi dengan pimpinan komisi di mana rencana ini akan terealisasi setelah APBD Perubahan 2026 mulai jalan," kata anggota Komisi B DPRD Maluku, Marcus Pentury, di Ambon, Kamis (27/10/2016).
Rencana turun ke Pulau Romang ini bertujuan untuk mengverifikasi problematika kasus dan memposisikan permasalahannya.
Menurut Marcus, ketika peninjauan lokasi dilakukan, maka komisi akan membuat telaah serta analisa baru dilanjutkan dengan rapat koordinasi bersama mitra terkait.
"Dari situ baru membuat kesimpulan serta rekomendasi. Sama seperti kasus gunung Botak di Pulau Buru, di mana komisi B merekomendasikan lima poin penting yang diberikan kepada pemerintah daerah," katanya.
Masuknya PT. GBU di pulau Romang untuk melakukan kegiatan eksplorasi tambang emas dan sudah dilanjutkan dengan adanya izin penambangan dari Pemprov Maluku telah menimbulkan berbagai persoalan sosial budaya serta lingkungan yang diributkan warga setempat.
Ketua DPRD Maluku, Edwin Adrian Huwae yang pernah menerima Koalisi Save Romang Island bersama masyarakat adat setempat mengatakan, KPK berpeluang melakukan evaluasi terhadap proses penerbitan izin produksi penambangan emas yang diberikan kepada PT. GBU.
Menurut dia, lembaga superbody itu memiliki kewenangan mengevaluasi setiap proses perizinan bidang pertambangan dan minerba yang diterbitkan pemerintah.
Apalagi, KPK pernah mengumumkan 700-an izin tambang yang dicabut atau tidak diperpanjang.
Sehingga persoalan yang terjadi di pulau Romang juga akan menjadi tugas dan tanggungjawab KPK untuk melakukan evaluasi menyeluruh.
Dalam pertemuan Koalisi Save Romang Island dengan DPRD Maluku juga dilaporkan kalau PT. GBU telah mengantongi izin usaha produksi penambangan emas dari Pemprov setempat sejak 2015 dengan masa beroperasi selama 20 tahun. di mana dua tahun untuk masa konstruksi dan 18 tahun produksi.
Namun Koalisi Save Romang Island belum dapat membuktikan apakah produksi emas sudah dilakukan atau belum, kecuali untuk proses pengiriman sampel batuan mengandung emas yang dilakukan selama sepuluh tahun dengan memanfaatkan jasa armada laut dan udara melalui Kota Ambon (Maluku) atau pun Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sempat ditahan aparat kepolisian.
Sehingga Koalisi Save Romang harus bisa memberikan bukti objektif atas laporan yang disampaikan termasuk hasil kajian soal dampak negatif dan positif atas kehadiran perusahaan tambang di daerah itu, baik terhadap lingkungan maupun kondisi ekonomi, sosial dan budaya, serta adat-istiadat warga setempat.
"Sudah ada agenda untuk turun ke pulau Romang dan sekarang lagi berkoordinasi dengan pimpinan komisi di mana rencana ini akan terealisasi setelah APBD Perubahan 2026 mulai jalan," kata anggota Komisi B DPRD Maluku, Marcus Pentury, di Ambon, Kamis (27/10/2016).
Rencana turun ke Pulau Romang ini bertujuan untuk mengverifikasi problematika kasus dan memposisikan permasalahannya.
Menurut Marcus, ketika peninjauan lokasi dilakukan, maka komisi akan membuat telaah serta analisa baru dilanjutkan dengan rapat koordinasi bersama mitra terkait.
"Dari situ baru membuat kesimpulan serta rekomendasi. Sama seperti kasus gunung Botak di Pulau Buru, di mana komisi B merekomendasikan lima poin penting yang diberikan kepada pemerintah daerah," katanya.
Masuknya PT. GBU di pulau Romang untuk melakukan kegiatan eksplorasi tambang emas dan sudah dilanjutkan dengan adanya izin penambangan dari Pemprov Maluku telah menimbulkan berbagai persoalan sosial budaya serta lingkungan yang diributkan warga setempat.
Ketua DPRD Maluku, Edwin Adrian Huwae yang pernah menerima Koalisi Save Romang Island bersama masyarakat adat setempat mengatakan, KPK berpeluang melakukan evaluasi terhadap proses penerbitan izin produksi penambangan emas yang diberikan kepada PT. GBU.
Menurut dia, lembaga superbody itu memiliki kewenangan mengevaluasi setiap proses perizinan bidang pertambangan dan minerba yang diterbitkan pemerintah.
Apalagi, KPK pernah mengumumkan 700-an izin tambang yang dicabut atau tidak diperpanjang.
Sehingga persoalan yang terjadi di pulau Romang juga akan menjadi tugas dan tanggungjawab KPK untuk melakukan evaluasi menyeluruh.
Dalam pertemuan Koalisi Save Romang Island dengan DPRD Maluku juga dilaporkan kalau PT. GBU telah mengantongi izin usaha produksi penambangan emas dari Pemprov setempat sejak 2015 dengan masa beroperasi selama 20 tahun. di mana dua tahun untuk masa konstruksi dan 18 tahun produksi.
Namun Koalisi Save Romang Island belum dapat membuktikan apakah produksi emas sudah dilakukan atau belum, kecuali untuk proses pengiriman sampel batuan mengandung emas yang dilakukan selama sepuluh tahun dengan memanfaatkan jasa armada laut dan udara melalui Kota Ambon (Maluku) atau pun Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sempat ditahan aparat kepolisian.
Sehingga Koalisi Save Romang harus bisa memberikan bukti objektif atas laporan yang disampaikan termasuk hasil kajian soal dampak negatif dan positif atas kehadiran perusahaan tambang di daerah itu, baik terhadap lingkungan maupun kondisi ekonomi, sosial dan budaya, serta adat-istiadat warga setempat.