Delapan Perda Pemprov Resmi Dibatalkan, Atapary: Belum Ada Pemberitahuan ke DPRD Maluku
http://dewan.beritamalukuonline.com/2016/06/delapan-perda-pemprov-resmi-dibatalkan.html
BERITA MALUKU. Sebanyak delapan Peraturan Daerah (Perda) Pemprov Maluku, yang dianggap menghambat investasi telah dibatalkan dan secara resmi diumumkan melalui portal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI.
Buka portal Kemendagri dengan alamat www.kemendagri.go.id (klik kanan atas, pada Perda Batal).
Judul delapan Perda Pemprov Maluku yang dibatalkan Kemendagri antara lain, Pajak Kendaraan Bermotor (nomor 6 Tahun 2010), Pengelolaan Perikanan (nomor 11 Tahun 2013), Pengelolaan Barang Milik Daerah (nomor 11 Tahun 2009), Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin (nomor 19 Tahun 2014), Penyelenggaraan Komunikasi dan Informatika (nomor 26 Tahun 2014), Retribusi Jasa Umum (nomor 13 Tahun 2013), Sistem Kesehatan Daerah (nomor 2 Tahun 2014), dan Standar Pendidikan Dasar (nomor 6 Tahun 2014).
Wakil Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Maluku, yang juga Anggota Komisi B dari Fraksi PDI P, Samson Atapary, SH membenarkan bahwa ada sebanyak delapan Perda Pemprov Maluku telah resmi dibatalkan pihak Kemendagri. Namun pihaknya belum menerima pemberitahuan secara resmi.
"Kita belum menerima pemberitahuan resmi dari Kemendagri maupun Provinsi soal adanya pembatalan sejumlah Perda itu. Karena itu, kita belum tau alasan pembatalan perda yang dikategori menghambat investasi, kecuali sudah ada pemberiahuan," kata Atapary, Jumat (24/6/2016).
Menurutnya, pihaknya hanya baru mengetahui judul-judul perda yang resmi dibatalkan. Namun dirinya berharap, kalau sudah ada pemberiahuan resmi terkait pembatalan perda, perlu juga disertai alasan subejektifnya.
"Alasan subjektifnya apa, kontennya apa yang dibatalkan. Apakah bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi. Dan kalau perda itu menghambat investasi, menghambatnya dari sisi apa, karena itu kita belum bisa menjelaskan dan belum bisa kita tindaklanjuti," kata Atapary.
Dikatakan, jika sudah ada pemberitahuan disertai alasan pembatalan, maka pihaknya harus membuat perda baru.
"Kalau sudah ada pemberitahuan disertai alasannya, maka langkah yang harus kita lakukan adalah penyusunan perda baru yang substansi, baik itu materiil atau formilnya dan kita tidak bisa mengulangi lagi perda yang dibatalkan itu," jelasnya.
Atapary mengakui, memang ada kelemahan penyusunan Perda oleh DPRD berdasarkan UU 23 Tahun 2014 bahwa penyusunan Perda itu harus melibatkan tim ahli.
"Untuk melibatkan tim ahli, memang kita belum sampai ke tingkat khusus. Karena itu kita disarankan Kemendagri, bahwa kedepan dalam penyususnan perda harus melibatkan tim khusus yang akan mengkaji naskah akademik. Dan tim khusus itu juga harus dianggarkan melalui APBD, sehingga kedepan substaninya dapat menjawab kebutuhan," katanya.
Selain itu menurutnya, pembatalan perda sebenarnya masih kontroversi karena ada yang mengatakah exekutif review yang coba dilakukan dalam teori ketatanegaraan.
"Hal itu sebenarnya tidak ada, malah bertentangan dengan UUD 45 pasal 24 yang menjelaskan bahwa yang berhak membatalkan perda itu judical review ke Mahkamah Agung (MA), terutama peraturan dibawah undang-undang. Kalau undang-undangankan judical review, itu ada di Mahkamah Konstitusi (MK)," jelas Atapary.
Menurutnya lagi, bahwa di Undang-Undang 23 juga mengatur kewenangan pemerintah pusat untuk membatalkan perda, sehingga provinsi itu dibatalkan oleh Mendagri, dan kabupaten/kota dibatalkan oleh gubernur.
Tetapi, dirinya heran, karena pembatalan perda bukan saja untuk Provinsi tetapi juga untuk kabupaten/kota yang diambil alih oleh Mendagri, seperti yang tercantum pada portal Kemendagri. Dimana pembatalan Perda untuk provinsi Maluku sebanyak 8 buah Perda, Kabupaten Buru sebanyak 3 Perda, Kabupaten Buru Selatan 2 Perda, Kabupaten Kepulauan Aru 2 Perda, Kabupaten Maluku Tengah 6 Perda, Kabupaten Maluku Tenggara 1 Perda, Kota Ambon 1 Perda, dan Kota Tual 2 Perda.
"Ini tidak tau alasannya apa. Tetapi kalau kita ikuti pendapat pengamat Tata Negara yang menyebutkan bahwa UU 23 ini agak aneh dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Makanya ini juga mau di judical review terkait pembatalan perda provinsi maupun kabupaten/kota oleh Mendagri. Karena kalau di Undang-Undang Dasar, sebenarnya kewenangan pembatalan itu harus dengan mekanisme judical review yang ada di MA, di bawah Undang-undang. Kalau yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar itu, melalui MK," jelasnya.
Buka portal Kemendagri dengan alamat www.kemendagri.go.id (klik kanan atas, pada Perda Batal).
Judul delapan Perda Pemprov Maluku yang dibatalkan Kemendagri antara lain, Pajak Kendaraan Bermotor (nomor 6 Tahun 2010), Pengelolaan Perikanan (nomor 11 Tahun 2013), Pengelolaan Barang Milik Daerah (nomor 11 Tahun 2009), Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin (nomor 19 Tahun 2014), Penyelenggaraan Komunikasi dan Informatika (nomor 26 Tahun 2014), Retribusi Jasa Umum (nomor 13 Tahun 2013), Sistem Kesehatan Daerah (nomor 2 Tahun 2014), dan Standar Pendidikan Dasar (nomor 6 Tahun 2014).
Wakil Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Maluku, yang juga Anggota Komisi B dari Fraksi PDI P, Samson Atapary, SH membenarkan bahwa ada sebanyak delapan Perda Pemprov Maluku telah resmi dibatalkan pihak Kemendagri. Namun pihaknya belum menerima pemberitahuan secara resmi.
"Kita belum menerima pemberitahuan resmi dari Kemendagri maupun Provinsi soal adanya pembatalan sejumlah Perda itu. Karena itu, kita belum tau alasan pembatalan perda yang dikategori menghambat investasi, kecuali sudah ada pemberiahuan," kata Atapary, Jumat (24/6/2016).
Menurutnya, pihaknya hanya baru mengetahui judul-judul perda yang resmi dibatalkan. Namun dirinya berharap, kalau sudah ada pemberiahuan resmi terkait pembatalan perda, perlu juga disertai alasan subejektifnya.
"Alasan subjektifnya apa, kontennya apa yang dibatalkan. Apakah bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi. Dan kalau perda itu menghambat investasi, menghambatnya dari sisi apa, karena itu kita belum bisa menjelaskan dan belum bisa kita tindaklanjuti," kata Atapary.
Dikatakan, jika sudah ada pemberitahuan disertai alasan pembatalan, maka pihaknya harus membuat perda baru.
"Kalau sudah ada pemberitahuan disertai alasannya, maka langkah yang harus kita lakukan adalah penyusunan perda baru yang substansi, baik itu materiil atau formilnya dan kita tidak bisa mengulangi lagi perda yang dibatalkan itu," jelasnya.
Atapary mengakui, memang ada kelemahan penyusunan Perda oleh DPRD berdasarkan UU 23 Tahun 2014 bahwa penyusunan Perda itu harus melibatkan tim ahli.
"Untuk melibatkan tim ahli, memang kita belum sampai ke tingkat khusus. Karena itu kita disarankan Kemendagri, bahwa kedepan dalam penyususnan perda harus melibatkan tim khusus yang akan mengkaji naskah akademik. Dan tim khusus itu juga harus dianggarkan melalui APBD, sehingga kedepan substaninya dapat menjawab kebutuhan," katanya.
Selain itu menurutnya, pembatalan perda sebenarnya masih kontroversi karena ada yang mengatakah exekutif review yang coba dilakukan dalam teori ketatanegaraan.
"Hal itu sebenarnya tidak ada, malah bertentangan dengan UUD 45 pasal 24 yang menjelaskan bahwa yang berhak membatalkan perda itu judical review ke Mahkamah Agung (MA), terutama peraturan dibawah undang-undang. Kalau undang-undangankan judical review, itu ada di Mahkamah Konstitusi (MK)," jelas Atapary.
Menurutnya lagi, bahwa di Undang-Undang 23 juga mengatur kewenangan pemerintah pusat untuk membatalkan perda, sehingga provinsi itu dibatalkan oleh Mendagri, dan kabupaten/kota dibatalkan oleh gubernur.
Tetapi, dirinya heran, karena pembatalan perda bukan saja untuk Provinsi tetapi juga untuk kabupaten/kota yang diambil alih oleh Mendagri, seperti yang tercantum pada portal Kemendagri. Dimana pembatalan Perda untuk provinsi Maluku sebanyak 8 buah Perda, Kabupaten Buru sebanyak 3 Perda, Kabupaten Buru Selatan 2 Perda, Kabupaten Kepulauan Aru 2 Perda, Kabupaten Maluku Tengah 6 Perda, Kabupaten Maluku Tenggara 1 Perda, Kota Ambon 1 Perda, dan Kota Tual 2 Perda.
"Ini tidak tau alasannya apa. Tetapi kalau kita ikuti pendapat pengamat Tata Negara yang menyebutkan bahwa UU 23 ini agak aneh dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Makanya ini juga mau di judical review terkait pembatalan perda provinsi maupun kabupaten/kota oleh Mendagri. Karena kalau di Undang-Undang Dasar, sebenarnya kewenangan pembatalan itu harus dengan mekanisme judical review yang ada di MA, di bawah Undang-undang. Kalau yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar itu, melalui MK," jelasnya.