DPRD Maluku Ingatkan Sekolah Tidak Bebani Siswa Bayar Jasa Pensiun Guru
http://dewan.beritamalukuonline.com/2016/05/dprd-maluku-ingatkan-sekolah-tidak.html
BERITA MALUKU. Komisi D DPRD Maluku mengingatkan setiap sekolah di daerah ini agar tidak membebani siswa dengan sumbangan dana wajib untuk membayar jasa pensiun para guru maupun pegawai negeri sipil (PNS) karena sudah ditanggung oleh pemerintah.
"Bila ada semacam instruksi seperti ini, apalagi sampai bersifat memaksa maka orang tua murid bisa melaporkannya ke Dinas Pendidikan kabupaten atau kota, karena perintah memberikan sumbangan pensiun itu sangat tidak rasional," kata Ketua Komisi D DPRD Maluku, Suhfi Madjid di Ambon, Senin (24/5/2016).
Penjelasan Suhfi Madjid terkait adanya keluhan sejumlah orang tua murid yang selalu didesak menyetor uang pensiun, dan kalau tidak dipenuhi maka anak-anak mereka terancam tidak mengukuti ujian kenaikan kelas.
Misalnya untuk salah satu SMP di Kota Ambon, para siswa dari kelas VII sampai kelas IX telah diminta memberikan uang pensiun sejak bulan Maret 2016 karena kepala sekolah bersama dua orang guru dan dua pegawai negeri di sekolah itu akan pensiun dalam tahun ini, terhitung sejak April hingga Desember 2016.
Untuk siswa kelas IX yang akan mengikuti ujian nasional diwajibkan menyumbang Rp50.000 per siswa, jadi dikalkulasi dengan 248 siswa maka nilainya mencapai Rp12.400.000, bekum ditambah dengan siswa kels VIII sebesar RP30.000 dan kelas VII Rp40.000 per siswa, sehingga bila dikalkusikan total dana yang terhimpun bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Kemudian ada ratusan siswa pada salah satu SMA ternama di Kota Ambon yang diwajibkan menyetorkan Rp250.000 per orang untuk pengambilan ijazah, dan alasannya anggaran yang terkumpul ini akan dipakai untuk membeli peralatan sekolah.
Padahal dalam rapat bersama orang tua sebelumnya dijelaskan kalau siswa boleh memberikan sumbangan sukarela dan paling rendah Rp50.000 tetapi saat mengambil ijazah justeru diwajibkan membayar Rp250.000 baru ijazahnya diberikan dan total siswa kelas tiga yang mencapai 200 lebih maka dana terkumpul bisa mencapai lebih dari Rp70 juta.
Menurut Suhfi Madjid, pemerintah sangat memperhatikan pembangunan pendidikan di tanah air sehingga setiap tahun mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ke sekolah baik dari tingkat SD, SMP, maupun SMA/SMK sederajat.
Para guru di sekolah juga tidak bisa membenarkan alasan pungutan berdasarkan kesepakatan dengan komite sekolah secara sepihak, tetapi harus dibahas dalam rapat bersama.
"Namun dalam prespektif itu, tidak boleh ada pungutan jasa pensiun bagi siswa karena sangat tidak rasional karena dalam peraturan mana pun siswa tidak boleh mensubsidi dana untuk jasa pensiun guru atau pun pegawai," tandasnya.
Komisi D juga akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Maluku untuk mempertanyakan besarnya pungutan pada salah satu SMA di Kota Ambon terhadap siswa kelas tiga yang hendak menganbil ijazah mereka.
"Kami harus melakukan konfirmasi dengan pihak dinas, apakah memang ada persetujuan internal sekolah dan kalau pun ada kesepakatan seperti itu namun sufatnya tidak boleh memaksa," ujarnya.
"Bila ada semacam instruksi seperti ini, apalagi sampai bersifat memaksa maka orang tua murid bisa melaporkannya ke Dinas Pendidikan kabupaten atau kota, karena perintah memberikan sumbangan pensiun itu sangat tidak rasional," kata Ketua Komisi D DPRD Maluku, Suhfi Madjid di Ambon, Senin (24/5/2016).
Penjelasan Suhfi Madjid terkait adanya keluhan sejumlah orang tua murid yang selalu didesak menyetor uang pensiun, dan kalau tidak dipenuhi maka anak-anak mereka terancam tidak mengukuti ujian kenaikan kelas.
Misalnya untuk salah satu SMP di Kota Ambon, para siswa dari kelas VII sampai kelas IX telah diminta memberikan uang pensiun sejak bulan Maret 2016 karena kepala sekolah bersama dua orang guru dan dua pegawai negeri di sekolah itu akan pensiun dalam tahun ini, terhitung sejak April hingga Desember 2016.
Untuk siswa kelas IX yang akan mengikuti ujian nasional diwajibkan menyumbang Rp50.000 per siswa, jadi dikalkulasi dengan 248 siswa maka nilainya mencapai Rp12.400.000, bekum ditambah dengan siswa kels VIII sebesar RP30.000 dan kelas VII Rp40.000 per siswa, sehingga bila dikalkusikan total dana yang terhimpun bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Kemudian ada ratusan siswa pada salah satu SMA ternama di Kota Ambon yang diwajibkan menyetorkan Rp250.000 per orang untuk pengambilan ijazah, dan alasannya anggaran yang terkumpul ini akan dipakai untuk membeli peralatan sekolah.
Padahal dalam rapat bersama orang tua sebelumnya dijelaskan kalau siswa boleh memberikan sumbangan sukarela dan paling rendah Rp50.000 tetapi saat mengambil ijazah justeru diwajibkan membayar Rp250.000 baru ijazahnya diberikan dan total siswa kelas tiga yang mencapai 200 lebih maka dana terkumpul bisa mencapai lebih dari Rp70 juta.
Menurut Suhfi Madjid, pemerintah sangat memperhatikan pembangunan pendidikan di tanah air sehingga setiap tahun mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ke sekolah baik dari tingkat SD, SMP, maupun SMA/SMK sederajat.
Para guru di sekolah juga tidak bisa membenarkan alasan pungutan berdasarkan kesepakatan dengan komite sekolah secara sepihak, tetapi harus dibahas dalam rapat bersama.
"Namun dalam prespektif itu, tidak boleh ada pungutan jasa pensiun bagi siswa karena sangat tidak rasional karena dalam peraturan mana pun siswa tidak boleh mensubsidi dana untuk jasa pensiun guru atau pun pegawai," tandasnya.
Komisi D juga akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Maluku untuk mempertanyakan besarnya pungutan pada salah satu SMA di Kota Ambon terhadap siswa kelas tiga yang hendak menganbil ijazah mereka.
"Kami harus melakukan konfirmasi dengan pihak dinas, apakah memang ada persetujuan internal sekolah dan kalau pun ada kesepakatan seperti itu namun sufatnya tidak boleh memaksa," ujarnya.